class='container'> Langsung ke konten utama

Di Antara Detak dan Doa

 


Judul ini sangat puitis dan dalam, menggambarkan bahwa rumah sejati adalah seseorang, bukan hanya sebuah bangunan. Ini puisinya:


Rumah Bukan Lagi Sebuah Tempat Bagiku

Dulu, rumah bagiku adalah dinding dan atap,

tempat pulang dari segala penat dan hirap.

Ada bantal empuk, selimut yang hangat memeluk,

dan aroma kopi yang menenangkan saat merasuk.

Aku mencarinya di setiap sudut kota,

berharap menemukan damai di sana.

Namun seringkali yang kutemukan hanya sepi,

meski semua fasilitas tersedia rapi.

Lalu tatap matamu, seperti gerbang yang terbuka,

menyambut jiwaku tanpa syarat, tanpa duka.

Di sana, ada ketenangan yang tak pernah kutemu,

di antara bintang-bintang kecil yang bersamamu.

Rumah bukan lagi sebuah tempat bagiku.

Sejak aku menemukan kenyamanan di matamu.

Di sana ada kedamaian, ada kehangatan yang sejati,

tempat hatiku berlabuh, tanpa ragu dan tanpa henti.

Tak perlu lagi peta, tak perlu lagi alamat,

cukup tatapmu yang memancarkan selamat.

Sebab kini, "pulang" adalah pelukanmu,

dan "rumah" adalah dirimu.


Mengapa Puisi Ini Istimewa?

  • Metafora "Rumah": Menggambarkan pergeseran makna rumah dari fisik menjadi emosional dan personal.

  • Intimasi: Menekankan kedekatan dan rasa aman yang hanya ditemukan dalam tatapan mata pasangan.

  • Keabadian: Mengisyaratkan bahwa kenyamanan sejati melebihi batas ruang dan waktu.


Postingan populer dari blog ini

Di Antara Detak dan Doa

  Tentu, ini adalah sebuah puisi cinta yang ditulis khusus untuk menggambarkan kedalaman perasaan dan keindahan sebuah ikatan. Di Antara Detak dan Doa Di dalam matamu, aku menemukan rumah, Bukan sekadar tempat untuk berteduh dari resah, Tapi sebuah muara di mana semua rindu menyerah, Dan segala lelah seketika berubah menjadi indah. Kita adalah dua baris kalimat yang tak sengaja bertemu, Ditulis oleh semesta di atas lembar waktu. Tak perlu banyak kata untuk mengerti mauku, Cukup jemari yang bertaut, aku tahu kau milikku. Cinta ini bukan tentang siapa yang paling sempurna, Tapi tentang bagaimana kita tetap tinggal saat dunia meronta. Seperti langit yang tak pernah meninggalkan warna, Aku ingin menjagamu, hingga kita menua dalam makna. Terima kasih telah menjadi alasan di balik senyum pagi, Menjadi tujuan ke mana pun langkah ini akan pergi. Di antara detak jantung dan doa yang kupanjat sunyi, Namamu adalah satu-satunya yang abadi. Ingin sesuatu yang lebih spesifik? Puisi di atas bersi...